Jhon Tison Maelo (30) akhirnya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena memproduksi dan memperdagangkan minuman beralkohol melebihi batas maksimum kandungan methanol. Karena perbuatannya itu, ia dituntut membayar denda Rp15 Juta, subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Menyatakan terdakwa terbukti bersalah, sebagaimana diatur dan diancam Pasal 140 Jounto Pasal 86 ayat (2) UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Jounto Pasal 5 Peraturan BPOM RI Nomor 14 Tahun 2016 tentang Standar Keamanan dan Mutu Minuman Beralkohol, ” demikian amar tuntutan yang dibacakan oleh JPU, Made Sukerta, pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Sukmawati, didampingi Andre Natanail dan Lilik Sugihartono sebagai hakim anggota di Pengadilan Negeri (PN) Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (14/8)
Usai pembacaan tuntutan, Ketua Majelis Hakim, Sukmawati memberi kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukumnya, untuk mengajukan pembelaan pada Jumat (16/8).
Dalam dakwaan JPU Made Sukerta, menguraikan, sejak tahun 2011 terdakwa mengelola perusahaan pembuatan minuman beralkohol milik orangtuanya. Proses pembuatannya diperoleh dari bahan utama beras ketan dan ragi melalui fermentasi, sehingga menghasilkan cairan dan selanjutnya dilakukan penyulingan guna mendapatkan etanol, yang kadar alkoholnya mencapai 75 persen hingga 97 persen.
Pasca gempa, likuefaksi dan tsunami 28 September 2018, pabrik atau alat pengolohan minuman beralkohol milik PT Sinar Abadi Spark Plus tersebut, tidak dapat memproduksi minuman beralkohol lagi karena peralatannya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Untuk memenuhi pasokan minuman beralkohol di Kota Palu, Jhon Tison berinisiatif sendiri membeli etanol di Makassar sebanyak 3 jerigen atau 90 liter dengan kadar kandungan alkohol sekitar 80-90 persen.
Setelah terdakwa memproduksi minuman beralkohol menggunakan etanol dari Makassar, Jhon Tison tetap menggunakan label dengan komposisi yang ada sebelumnya. Dan tidak melaporkan hasil produksinya untuk diuji kadar matanolnya ke BPOM sebelum diedarkan.
Atas perbuatannya, sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 140 joounto Pasal 86 ayat (2) UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Jounto Pasal 5 Peraturan BPOM RI Nomor 14 Tahun 2016 tentang Standar Keamanan Dan Mutu Minuman Beralkohol.
Sebelumnya, 14 orang meregang nyawa usai menenggak minuman beralkohol, Selasa (18/12/2018) dini hari. Salahsatunya, adalah karena mengenggak minuman beralkohol merek Banteng yang diproduksi oleh terdakwa.
Peristiwa tragis ini terjadi di tiga kelurahan di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dengan waktu yang hampir bersamaan. Tiga kelurahan tersebut adalah Kelurahan Kayumalue Pajeko, Kelurahan Tondo dan Kelurahan Tatanga.