Warga Kabupaten Sorong meminta agar wilayah ini dibersihkan dari peredaran minuman keras. Alasannya, barang itu tidak memberikan manfaat positif bagi yang meminumnya, dan justru menjadi pemicu terjadinya aksi kriminal di masyarakat. Pernyataan ini terangkum saat dilakukan pertemuan terbuka antara Bupati, Kapolres dan Dandim 1802/Sorong, di ruang pertemuan Bappeda Kabsor, Kamis (5/9/2019).
“Saya punya masyarakat adat di Seget itu, kalau datang dari Sorong, turun dari mobil buka pintu, jalannya sudah miring-miring. Mabuk. Lalu saya tanya, kami beli minuman dan minum dimana, katanya dari Katapop, dari Aimas,” kata Simson Ligit, Ketua Adat yang datang dari Distrik Seget.
Kepada Kapolres Sorong sebelum dijabat AKBP Dewa Made Sutrahna S.Ik, Simson pernah menyampaikan agar seluruh penjual minuman keras di Kabupaten Sorong di tutup. “Ini pernah saya sampaikan ke Pak Kapolres sebelum bapak. Bapak, tolong tutup penjual miras di Aimas, saya punya masyarakat adat pulang di Seget sudah miring. Jadi kita harus punya komitmen untuk menutup penjual minuman keras,” tambah Simson.
Pernyataan senada juga disampaikan Ruth M Osok, tokoh perempuan Malamoi. Menurutnya, masih beredarnya minuman keras di tanah Moi karena ada dugaan keterlibatan aparat penegak hukum. Mantan anggota MRP Papua Barat ini bahkan pernah memergoki adanya oknum aparat yang masih berseragam dinas, ikut nimbrung dalam sebuah pesta minuman keras. Saat itu, dia sedang mencari serbuk kayu di kawasan Klalin.
“Di Klalin sebelum jembatan, saya amati ada satu gudang. Saya suruh anak buah tengok ke dalam, ternyata ada oknum yang maih berseragam dinas, entah itu dari tentara kah, atau dari kelautan, sedang berpesta miras. Bagaimana ini ada pagar makan tanaman. Kalau begini faktanya, bagaimana mau memberantas minuman keras. Aparatnya sendiri ikut menikmati. Jadi komitmen itu harus datang dari semua kalangan, baik dari masyarakat maupun aparat penegak hukum,” kata Ruth, disambut apluas peserta rapat yang hadir.
Menurutnya, banyak generasi muda Papua yang meninggal sia-sia akibat minuman keras. “Perda miras, kalau boleh jangan diberlakukan lagi. Dicabut saja,” tandas Ruth.
Perwakilan Tokoh Pemuda Maybrat di Kabupaten Sorong, Agustunis Naa mengatakan, sebenarnya tidak ada alasan minuman keras boleh beredar di Kabupaten Sorong, karena kadar alkohol yang kecil. Seperti minuman dengan kadar alkohol 5 persen dalam setiap botol atau kaleng, menurut Agustinus, kalau kemudian satu orang mengkonsumsi lebih dari 5 botol, berarti sudah 25 persen alkohol yang dikonsumsi.
“Apa baiknya orang yang sudah minum minumankeras itu. Tidak ada. Yang terjadi justru mereka banyak membuat keributan di jalan. Palak-palak orang lewat. Saya setuju kalau di Kabupaten Sorong di bersihkan dari penjualan minuman keras,” kata Agustinus.
Kapolres Sorong, AKBP Dewa Made Sidan Sutrahna S.Ik mengatakan, semua tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Polres Sorong, akibat miras. Kecelakaan lalu lintas yang sampai ada korban meninggal dunia, akibat mabuk.
“Saya merasa prihatin dan kasihan. Tapi ingin berbuat, dengan luasnya wilayah Kabupaten Sorong yang seperti ini, cukup berat bagi saya. Jadi, saya berharap bapak dan ibu yang hadir di sini, para tokoh agama, pemuda, adat, mari sama-sama membantu menyelesaikan masalah miras ini,” kata Kapolres Sorong.
Pihaknya sepakat untuk menjadikan Kabupaten Sorong ini sebagai zona aman yang bersih dari penjual minuman keras. “Mohon ijin Pak Bupati, mungkin kita harus memiliki perda (tentang miras) yang lebih kuat untuk mencegah masyarakat kita menjadi korbannya. Saya kadang sedih kalau menengok kamar mayat. Ada ibu bapaknya menangis, anaknya meninggal akibat miras,” tandasnya.
Sebelum ada perda yang lebih ketat yang mengatur peredaran miras di Kabupaten Sorong, pada kesempatan itu Kapolres meminta ijin kepada para orangtua melalui perwakilan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh adat, agar tidak marah jika polisi melakukan penindakan terhadap pemabuk yang membuat ricuh di masyarakat. Jika sudah mabuk, minta uang masyarakat dijalan, dan ngamuk jika tidak diberi.
“Saya minta ijin ke bapak ibu sekalian, kalau misalnya ada keluarganya yang mabuk, kemudian diamankan petugas, saya rendam, saya suruh lari, saya berikan tindakan fisik, kemudian kita permalukan, jangan marah ya. Tujuan dari semua ini agar efek jera. Kalau dua kali ketangkap, saya inapkan di sel. Tindakan kami seperti ini, kadang disambut kemarahan dari pihak keluarga,” ungkap Kapolres, disambut setuju dari peserta yang hadir.
Sedangkan Bupati Sorong, Dr. Johny Kamuru SH.MSi dalam kesempatan itu menjelaskan, sebenarnya sudah ada Perda nomor 13 yang mengatur tentang miras. “Nanti kami komunikasikan dengan Pak Kapolres dan Pak Dandim, masalah di lapangan seperti apa sehingga Perda ini perlu direvisi atau dicabut,” kata Bupati JK.
Jika keberadaan miras di Kabupaten sudah tidak bisa dikendalikan melalui Perda, maka langkah yang akan ditempuh adalah mencabut perda dan membersihkan Kabupaten Sorong dari peredaran Miras. “Kalau memang fakta di lapangan seperti itu, kita harus sama-sama berkomitmen membasmi. Tidak boleh ada lagi minuman keras di Kabupaten Sorong,” pungkasnya. Teropongnews.com