HS (20) remaja asal Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran harus berurusan dengan polisi karena mengedarkan uang palsu (upal). Sasaran peredaran upal tersebut diantaranya mini market, agen transaksi perbankan, dan warung.
HS mengaku membeli upal dari toko online atau dalam jaringan (daring). Ia pun mempergunakan upal tersebut untuk membeli minuman kerah (miras).
“Saya tahu dari media sosial, terus terafiliasi ke salah satu toko online. Lalu saya beli uang palsu itu seharga Rp 200 ribu dengan pecahan 20 ribu hingga 100 ribu,” ucap HS kepada detikJabar saat konferensi pers, Senin (27/11/2023).
Menurutnya, dengan Rp 200 ribu itu dapat uang palsu senilai 2 juta yang sudah dipotong-potong layaknya uang asli. “Saya beli upal (nilai) 2 juta dengan harga Rp 200 ribu dengan pengiriman melalui jasa ekspedisi,” katanya.
HS kemudian bertransaksi dengan agen perbankan. Ia menipu agen perbankan untuk mengonversi upal ke ATM miliknya.
“Dimasukan dalam ATM, kemudian uang ditarik dan dibelikan untuk miras,” ucapnya.
Usai tertangkap karena mengedarkan upal, HS mengaku menyesal atas perbuatannya yang telah dilakukan.
Sementara itu, Kapolres Pangandaran AKBP Imara mengatakan kepolisan Polres Pangandaran telah mengungkap kasus peredaran upal pada November 2023.
“Pada November 2023 ini, kami mengamankan sebanyak 168 juta upal dari 2 pelaku,” kata Imara saat konferesi pers.
Menurutnya, uang sebesar 168 juta didapatkan dari pengedar di Pangandaran, yakni senilai 2 juta. Dan, dari penjual berinisial AA (29) asal Pasuruan, Jawa Timur sebesar 166 juta.
“Mereka ditangkap di lokasi yang berbeda, kalau HS diamankan pada Jumat (17/11) dan untuk AA penjual upal ditangkap di Pasuruan, Jatim pada Jumat (17/11/2023),” katanya.
Sementara itu, polisi mengamankan mesin pencetak, pemotong, CPU dan upal senilai 166 juta dari tangan AA. “Pelaku terancam pasal 36 ayat 1, 2, dan 3 Undang-undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Ancaman pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 50 miliar,” ucapnya. DETIK