DPRD Kota Malang Desak Mini Market Terapkan Perda Miras

Sosialisasi Perda Miras Malang

MALANG – Peredaran minuman keras (miras) di Kota Malang semakin meresahkan. Meski sudah memiliki aturan yang jelas tentang peredarannya, yakni Perda Kota Malang No 5 Tahun 2006, namun pelaksanaannya masih belum berjalan. Ini terungkap dalam Dialog dan Sosialisasi Anti Miras yang digelar Komisi A DPRD Kota Malang bersama Gerakan Nasional Malang (Genam), 8 Desember 2013 di Gedung DPRD Kota Malang.

Dalam Perda No 5 Tahun 2006 Pasal 15 disebutkan dengan jelas untuk membeli miras, konsumen harus menunjukkan KTP atau tanda pengenal lain yang membuktikan usianya 21 tahun ke atas. Namun pada kenyataannya, aturan ini hampir tak pernah diterapkan. Remaja SMP dan SMA sangat mudah membeli miras, sama seperti membeli minuman sari buah dan soda.
“Pembeli wajib menunjukkan KTP dan identitasnya dicatat oleh kasir atau karyawan. Aturan ini harusnya diterapkan di semua tempat yang menjual miras, baik itu golongan A, B maupun C. Tapi sayangnya, hampir semua tempat tidak menerapkannya. Karena itu kami mendesak toko, mini market, resto dan kafe untuk segera menaati aturan tersebut. Bila perlu, kami akan memanggil para pemilik toko, mini market, resto dan kafe untuk mensosialisasikan aturan ini,” beber Ketua Komisi A DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi SH saat pemaparan.
Untuk menguatkan eksistensi perda ini, Komisi A akan merevisinya dalam waktu dekat. Arief menyebutkan, ada beberapa poin dalam perda tersebut yang dijadikan celah bagi penjual miras, khususnya pada bagian pelarangan. Akibatnya, penegakan hukum perda ini jadi kurang tegas dan kerap diabaikan.
DPRD sendiri masih belum bisa menerbitkan perda yang melarang miras. Yang bisa dilakukan hanya perda yang mengatur peredarannya. Arief mengaku, sebelumnya ia sempat mengajukan perda pelarangan miras. Namun saat masuk ke tingkat provinsi, ditolak. Alasannya rancangan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Karena tidak bisa membuat aturan pelarangan, kami pun membuat aturan yang membolehkan tapi tetap ada pembatasan,” urainya.
Selain Arief, dalam kesempatan tersebut juga dihadirkan pembicara dari bidang kesehatan, dr Henny Setyowati dan materi public speaking oleh Dewi Yuhana. Dokter Henny yang tergabung dalam Relawan Kemanusiaan ini memaparkan efek buruk miras untuk kesehatan yang antara lain dapat menyebabkan kanker hati hingga kematian.
Sedangkan Dewi Yuhana (@dewiyuhana) memberikan tips public speaking yang tepat untuk menyampaikan bahaya miras kepada orang lain, khususnya peminum. “Kalau Anda melarang pecandu miras dengan frontal, pasti dia akan menolak. Tetapi jika disampaikan dengan tepat, misalnya dengan memberikan cerita nyata korban miras secara berulang-ulang, peminum tersebut lama-lama akan tersadar,” beber Redaktur Pelaksana Malang Post ini.
Acara yang diikuti 60 peserta dari berbagai sektor ini merupakan sinergi Komisi A DPRD Kota Malang dengan Genam setelah sebelumnya keduanya melakukan audiensi, yakni pada tanggal 11 November lalu. “Kami senang karena DPRD Kota Malang langsung merespon gagasan kami, bahkan langsung menggelar acara sosialisasi ini,” kata Pengurus Genam, Alvanul Maghfur (@alvanul).
Genam sendiri muncul karena melihat kondisi perdagangan miras yang semakin merajalela. Selama ini pemerintah lebih perhatian tentang peredaran obat terlarang, padahal efek miras sama bahayanya. Dari data yang disebutkan oleh Ronny Titiheruw, Direktur Pemasaran PT Delta Djakarta Tbk, setiap tahunnya Indonesia menyerap 230 juta liter miras. Dari data yang dirilis oleh BPS dan BKKBN, sebanyak 83,1 persen pria Indonesia pernah mengonsumsi miras. Sedangkan perempuan sebanyak 10,6 persen.
 ditulis : @adinda_zaeni
dimuat dalam harian Malang Post Edisi 9 Desember 2013

Leave a Reply