Siswi SMP Diduga Dicabuli Oknum Perwira Brimob, Dicekoki Miras Sebelum Diperkosa

Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) diduga menjadi korban pencabulan dari oknum perwira menengah Brimob berpangkat AKBP. Sebelum dicabuli, siswi SMP ini dicekoki minuman keras hingga dalam keadaan mabuk.

Tidak hanya satu, namun ada dugaan keterlibatan anggota polisi lain dalam kasus ini. Kasus ini berawal saat siswi SMP tersebut diajak tetangganya berinisial F untuk melakukan silaturahmi ke rumah seorang anggota Polisi berinisial AW.

Korban diajak pesta miras oleh AW dan F di rumah anggota polisi. Saat dalam kondisi mabuk, AKBP GN datang setelah ditelepon AW. Tak lama kemudian terjadi pemerkosaan di kamar rumah AW.

Kasus ini dilaporkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Manado dan LSM Swaraparampuang, pada Selasa, (18/06/2019).

Kedua LSM ini melaporkan sejumlah oknum anggota polisi atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak 14 tahun yang masih berstatus pelajar SMP.

Direktur YLBHI-LBH Manado, Jekson Wenas, menuturkan laporan mereka berdasarkan peristiwa asusila yang terjadi pada Rabu 5 Juni 2019, tepat di hari raya pertama Idul Fitri. “Kemarin sudah kami lapor ke Polda Sulut dan akan kami kawal,” katanya.

Jekson mengungkapkan sesuai pengakuan korban diajak tetangganya inisial F pergi silaturahmi ke rumah seorang oknum anggota polisi inisial AW.

Mereka tiba di rumah AW sekitar pukul 20.00 Wita. F dan AW langsung mengajak korban untuk minum minuman keras jenis cap tikus dan bir hitam. F dan AW menelpon temannya yang juga anggota polisi berpangkat AKBP GN yang juga pimpinan di Brigade Mobil di Mako Brimob Polda Sulut.

Saat GN tiba di rumah AW, korban dalam keadaan mabuk berat. GN kemudian mengajak dan memaksa korban ke dalam kamar di rumah AW. Korban menolak ajakan tapi GN tetap memaksa.

Korban mengaku dalam rumah milik AW itulah GN memerkosa korban. Korban yang dalam keadaan ketakutan dan penuh isak tangis meminta pulang pascapemerkosaan tersebut. AW dan F menahan korban dengan alasan pintu pagar sudah dikunci. Korban langsung memberontak dan mengatakan akan meloncati pintu pagar kalau tidak diperbolehkan pulang.

Sehingga F dan AW terpaksa mengantarkan korban pulang ke rumahnya pada malam itu. “Kasus ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak yang berwenang karena ini menyangkut anak dan Indonesia sudah memiliki komitmen terhadap perlindungan hak-hak anak, ditandai dengan diratifikasinya Konvensi Hak-hak anak melalui Keputusan Presiden No. 36/1990 dan dilahirkannya sejumlah peraturan tentang anak terutama UU Perlindungan Anak,” ungkap Wenas.

Katanya, kejadian ini telah mencederai wibawa institusi Kepolisian Republik Indonesia yang sejatinya menjaga ketertiban dan melakukan penegakan hukum termasuk penegakan hukum bagi perlindungan anak.

Saat ini telah pula muncul tindakan intimidasi oleh pelaku kepada keluarga korban keluarga agar keluarga mencabut laporan .“Perbuatan oknum tersebut tidak hanya harus diadili secara etik tetapi secara hukum perbuatan ini adalah kejahatan terhadap anak dan pelanggaran hak asasi anak,” ucapnya.

Kabid Humas Polda Sulawesi Utara, Kombes Pol Ibrahim Tompo membenarkan adanya laporan tersebut. “Benar adanya laporan tersebut, kita sementara lakukan penyelidikan internal, terkait perkembangannya kita akan informasikan,” kata Tompo

Perbuatan pelaku dapat diancam 15 tahun penjara berdasar pasal 81 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo UU No. 35/2014 pasal 81 ayat (1) dan (2) bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Ketentuan ini berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Oknum Polisi Cabuli Gadis 13 Tahun di Kalbar

Kasus berbeda, oknum anggota Polres Kayong Utara (KKU), Kalimantan Barat (Kalbar), ditangkap karena diduga melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Melansir Tribun-Pontianak, Ipda AD telah diringkus oleh jajaran Polres Kayong Utara pada Rabu (1/5/2019).

Kapolres Kayong Utara, AKBP Asep Irpan Rosadi mengatakan, dugaan pencabulan itu terjadi di tempat tinggal Ipda AD yang berada di wilayah Sukadana pada Sabtu (27/4/2019).

Ipda AD awalnya mengajak korban jalan-jalan ke Pantai. Namun Ipda AD malah membawa korban ke tempat tinggalnya dan membujuknya untuk masuk ke dalam kamarnya. Beberapa saat kemudian, pada saat sedang mencari sang anak, ibu korban memergoki Ipda AD dan korban keluar dari dalam kamar.

Setelah ditemukan ibunya, korban menceritakan peristiwa yang dialaminya. Korban mengaku diancam Ipda AD untuk tak menceritakan kejadian tersebut kepada keluarga. Ipda AD mengancam akan membakar rumah korban jika menceritakan kejadian tersebut. Dari hasil visum, ditemukan tanda-tanda di organ tubuh tertentu korban yang perlu ditindaklanjuti. Tribunnews.com

2 Responses
  1. […] News – Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) diduga menjadi korban pencabulan dari oknum perwira menengah Brimob berpangkat AKBP. Sebelum dicabuli, siswi SMP ini dicekoki minuman keras hingga dalam keadaan mabuk. Tidak hanya satu, namun ada dugaan keterlibatan anggota polisi lain dalam kasus ini. Kasus ini berawal saat siswi SMP tersebut diajak tetangganya berinisial F untuk melakukan silaturahmi ke rumah seorang anggota Polisi berinisial AW. Korban diajak pesta miras oleh AW dan F di rumah anggota polisi. Saat dalam kondisi mabuk, AKBP GN datang setelah ditelepon AW. Tak lama kemudian terjadi pemerkosaan di kamar rumah AW. Kasus ini dilaporkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Manado dan LSM Swaraparampuang, pada Selasa, (18/06/2019). Kedua LSM ini melaporkan sejumlah oknum anggota polisi atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak 14 tahun yang masih berstatus pelajar SMP. Direktur YLBHI-LBH Manado, Jekson Wenas, menuturkan laporan mereka berdasarkan peristiwa asusila yang terjadi pada Rabu 5 Juni 2019, tepat di hari raya pertama Idul Fitri. “Kemarin sudah kami lapor ke Polda Sulut dan akan kami kawal,” katanya. Jekson mengungkapkan sesuai pengakuan korban diajak tetangganya inisial F pergi silaturahmi ke rumah seorang oknum anggota polisi inisial AW. Mereka tiba di rumah AW sekitar pukul 20.00 Wita. F dan AW langsung mengajak korban untuk minum minuman keras jenis cap tikus dan bir hitam. F dan AW menelpon temannya yang juga anggota polisi berpangkat AKBP GN yang juga pimpinan di Brigade Mobil di Mako Brimob Polda Sulut. Saat GN tiba di rumah AW, korban dalam keadaan mabuk berat. GN kemudian mengajak dan memaksa korban ke dalam kamar di rumah AW. Korban menolak ajakan tapi GN tetap memaksa. Korban mengaku dalam rumah milik AW itulah GN memerkosa korban. Korban yang dalam keadaan ketakutan dan penuh isak tangis meminta pulang pascapemerkosaan tersebut. AW dan F menahan korban dengan alasan pintu pagar sudah dikunci. Korban langsung memberontak dan mengatakan akan meloncati pintu pagar kalau tidak diperbolehkan pulang. Sehingga F dan AW terpaksa mengantarkan korban pulang ke rumahnya pada malam itu. “Kasus ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak yang berwenang karena ini menyangkut anak dan Indonesia sudah memiliki komitmen terhadap perlindungan hak-hak anak, ditandai dengan diratifikasinya Konvensi Hak-hak anak melalui Keputusan Presiden No. 36/1990 dan dilahirkannya sejumlah peraturan tentang anak terutama UU Perlindungan Anak,” ungkap Wenas. Katanya, kejadian ini telah mencederai wibawa institusi Kepolisian Republik Indonesia yang sejatinya menjaga ketertiban dan melakukan penegakan hukum termasuk penegakan hukum bagi perlindungan anak. Saat ini telah pula muncul tindakan intimidasi oleh pelaku kepada keluarga korban keluarga agar keluarga mencabut laporan .“Perbuatan oknum tersebut tidak hanya harus diadili secara etik tetapi secara hukum perbuatan ini adalah kejahatan terhadap anak dan pelanggaran hak asasi anak,” ucapnya. Kabid Humas Polda Sulawesi Utara, Kombes Pol Ibrahim Tompo membenarkan adanya laporan tersebut. “Benar adanya laporan tersebut, kita sementara lakukan penyelidikan internal, terkait perkembangannya kita akan informasikan,” kata Tompo Perbuatan pelaku dapat diancam 15 tahun penjara berdasar pasal 81 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak jo UU No. 35/2014 pasal 81 ayat (1) dan (2) bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Ketentuan ini berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. [ant] […]

Leave a Reply