“Stay at Home” atau tetap di rumah. Sebuah anjuran pemerintah kepada seluruh rakyatnya, sebagai upaya menekan laju penyebaran virus Covid-19. Anjuran yang digaungkan sejak tahun lalu itu berlipat ganda dengan anjuran-anjuran lainnya: menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun.
Sejak pandemi mendera dunia, beragam aktivitas manusia terpaksa dibatasi. Tak perlu repot menyebut pogo-pogo atau menonton konser Slipknot sebagai contoh. Bahkan untuk sekadar duduk di warung kopi pun, bisa diseruduk petugas.
Namun, sejauh mana manusia bisa menahan hasratnya untuk bebas ke mana saja dan melakukan apa saja? Toh, konon nenek moyang kita gagal menahan hasratnya dan melanggar perintah Tuhan, sampai-sampai dia dan pasangannya diusir dari Taman Eden. Voila, dibuanglah nenek moyang umat manusia itu ke bumi, dan kita barangkali sedikit banyak diwarisi salah dua –atau lebih, sifat mereka: tak mampu menahan hasrat dan melanggar perintah.
Sejak dikembangkan sebagai daerah industri pada 1970-an, Kota Batam, Kepulauan Riau, terus bertumbuh laju. Tidak hanya bangunan-bangunan yang tumbuh bak jamur di musim hujan saja. Eksodus warga Pulau Jawa dan Sumatera pun datang dengan deras, diikuti dari daerah lainnya. Batam kemudian perlahan tumbuh layaknya kota-kota besar lainnya. Lebih lagi kota ini hanya berjarak sepelemparan batu dengan Singapura dan Malaysia. Kehidupan modern seolah jadi budaya di sini, tidak terkecuali kehidupan dunia malamnya.
Tempat hiburan malam di Batam sendiri telah muncul dengan beragam versi. Tidak hanya untuk kalangan atas, mereka hadir dengan keberagaman segmentasi pasar. Dari paling necis, sampai tingkat kantong kembang kempis.
Kawasan Jodoh-Nagoya, boleh dikatakan sebagai tempat dengan hilir-mudik tersibuk di Batam. Beragam aktivitas di kawasan itu seolah memiliki jadwalnya masing-masing. Mulai dari pedagang sayur yang sibuk sejak dini hari, hingga muda-mudi dengan wajah kusut dan mata sembab yang baru keluar dari klub malam, saat speaker masjid mulai bersenandung ayat suci. Lalu berlanjut dengan pasar loak, tukang ojek yang berharap dapat penumpang, sampai tukang parkir bermodal rompi oren mengutip selembar “Pattimura”.
Di tengah pandemi ini, pemerintah kemudian mengeluarkan banyak kebijakan. Salah satunya tentang jam operasional mal, tempat makan, restoran, cafe, dan tak terkecuali tempat hiburan malam. Selain harus menerapkan protokol kesehatan ketat, ke semuanya tidak boleh beroperasi di atas pukul 22:00 WIB. Bila kedapatan melanggar akan dikenakan sanksi.
Tetapi, nenek moyang umat manusia sudah mewarisi dua sifat buruknya kepada anak-cucunya. Beberapa di antaranya masih berkeliaran mencari hiburan atau nongkrong dengan alasan membunuh kebosanan, meski di tengah pandemi. Alhasil, melihat pasar yang ada dan mencari, sejumlah tempat makan, cafe, dan tempat hiburan malam kemudian beroperasi: meski ada yang dengan cara sembunyi-sembunyi.
Adit (25), mengaku suntuk dan sumpek kalau terus-terusan di rumah mengikuti anjuran pemerintah. Menurutnya, dalam tiga bulan pertama dia masih sanggup untuk tidak ke mana-mana, karena memang banyak tempat makan, cafe atau lainnya yang tidak buka.
“Tapi makin ke sini, otak dibuat buntu karena gak ngapa-ngapain. Kalau kayak gini terus, bukan sakit karena Covid-19, tetapi gila karena enggak nongkrong,” katanya kepada HMS, Selasa 24 Agustus 2021.
Adit kemudian bercerita, dia dan beberapa temannya akhirnya memutuskan menghabiskan banyak malam-malam mereka di tempat hiburan malam. Menurutnya, selain karena suntuk, razia Satgas Covid-19 juga sudah sedikit berkurang dibandingkan tahun lalu. “Sekarang juga aturannya sudah agak kendor juga, asal sudah vaksin dan pakai masker ya boleh ke mana-mana, kan,” katanya.
Warga Batam lainnya, Ricky (29), mengatakan, sejauh tempat hiburan malam buka maka dia pasti akan datang ke sana. “Paling gak, seminggu sekali lah ke sana,” katanya. Sehingga dia tidak terlalu memusingkan peraturan yang mengatur jadwal operasional tempat hiburan malam yang ditetapkan pemerintah.
“Ya patokannya kalau tempat itu buka, berarti orang boleh datang,” kata dia.
Disinggung mengenai kepatuhan protokol kesehatan saat di tempat hiburan malam, Ricky mengaku tidak mengetahui sejauh mana dia bisa melakukannya. Sebab, kata dia, aktivitas seperti merokok dan minum pasti terganggu jika mengenakan masker sepanjang waktu. “Kalau di dalam [tempat hiburan malam] ya nggak mungkin diam aja kan. Kita ke sana juga pasti pesan minum dan joget kalau musiknya enak. Jadi susah juga kalau mau pakai masker terus, apalagi soal jaga jarak. Masak joget jauh-jauhan,” katanya.
Ricky bahkan berseloroh, kedatangannya ke tempat hiburan malam justru bermanfaat bagi dirinya. “Minuman yang dipesan kan alkohol. Nah alkohol kan bisa mematikan virus corona, jadi kami bunuh virusnya dari dalam,” kata dia.
Minuman Keras Tidak Bisa Membunuh Corona
Dokter Penyakit Dalam di RSUD Embung Fatimah, Merlin Devianti, jelas membantah pernyataan tersebut. Dia menjelaskan, obat yang disuntik dengan obat yang dikonsumsi langsung memiliki struktur yang berbeda. Sehingga, alkohol tidak dapat dikategorikan sebagai obat yang dapat menangkal virus corona jika dikonsumsi dengan meminumnya.
“Bayangkan saja kalau sirup batuk disuntikkkan, pasti tidak bekerja. Begitu juga dengan alkohol, kalau dioleskan di telapak tangan ya pasti membunuh virus,” katanya melalui telewicara.
Perempuan yang akrab disapa Devi ini menjelaskan, terdapat standar internasional yang menjelaskan berapa banyak jumlah alkohol yang bisa diterima tubuh setiap harinya. Untuk wine atau anggur, kata dia, adalah sebanyak 30 cc dan untuk bir sebanyak 15 cc, atau juga dikenal dengan istilah satu drink. Menurutnya, seseorang dikatakan sebagai peminum berat jika dalam satu hari mengonsumsi alkohol lebih dari tiga drink untuk perempuan, dan lebih dari empat drink untuk laki-laki.
“Kalau dikumpulkan dalam satu minggu, perempuan lebih dari 7 drink, laki-laki lebih dari 14 drink. Kenapa berbeda, karena metabolisme perempuan dan laki-laki itu berbeda,” katanya.
Devi menjelaskan, tubuh setiap orang merespon alkohol dengan cara yang berbeda-beda. Tapi secara rata-rata, alkohol dengan kandungan 15 persen dari volume sudah bisa memberikan reaksi pada tubuh. “Reaksinya pun bisa bermacam-macam. Bisa pusing, mual, halusinasi, bahkan black out,” katanya.
Menurutnya, keracunan alkohol juga dapat menyebabkan penderita tidak dapat mengingat kejadian-kejadian yang dialami, atau disebut dengan blackout. Kadar alkohol dalam darah yang sangat tinggi juga dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian.
“Anak-anak yang nongkrong itu kan cenderung remaja usia perkuliahan. Mustinya mereka banyak baca dan memilih mana berita bohong mana yang benar. Alkohol tidak bisa membunuh virus corona dari dalam tubuh, mereka harusnya lebih kritis,” katanya.
Devi menjelaskan, “Kalau dari dunia medis, gak ada penelitian yang mengatakan meminum alkohol bisa menangkal virus corona. Kalau kenyataannya seperti itu, gampang sekali tugas nakes jadinya. Tinggal semua pasien covid kita bikin mabuk aja biar virusnya mati,” katanya.
Patroli Protkes Sampai Akhir Tahun
Mengenai pernyataan Adit yang mengatakan razia di tempat hiburan malam tidak sesering tahun lalu, HMS mengonfirmasi hal itu kepada Kasatpol PP Batam, Salim, melalui aplikasi percakapan. Salim menjelaskan, tempat hiburan malam yang beroperasi tanpa protokol kesehatan dapat dikenakan sanksi sesuai Perwako Kota Batam Nomor 49 Tahun 2020. “Sanksinya ada tahap, mulai teguran sampai pencabutan izin usaha,” katanya.
Salim juga menjelaskan, tim yang berada di bawah koordinasi Satpol PP Batam berbeda dengan tim gabungan PPKM. Pihaknya sendiri memiliki tim gabungan patroli penegakan Perda dan Perwako termasuk penegakan protokol kesehatan. Sementara tim gabungan PPKM melingkupi kecamatan, kelurahan, RT, dan RW.
“Kalau tim kami ada 85 orang dalam setiap patroli. Kegiatan kami juga dilaksanakan hingga Desember nanti dengan sasaran tempat-tempat se-Kota Batam. Terutama tempat yang berpotensi menimbulkan keramaian,” kata Salim.
Dia juga mengimbau agar masyarakat turut berperan dalam melaporkan tempat-tempat keramaian yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Salim menegaskan, laporan juga harus disertai dengan foto serta video terkini untuk memudahkan penindakkan.
Ya. Pada Agustus 2021 ini, suasana di Kota Batam memang lebih riuh ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Sebab, pembatasan kegiatan masyarakat mulai longgar. Jumlah pengunjung beberapa tempat hiburan malam terpantau mulai normal. Pesta mulai meriah. Musik disko dan alkohol begitu memikat. Membuat protokol kesehatan yang sudah disusun pemerintah tak digubris, baik oleh pengunjung maupun pemilik lokasi. HMSTIMES