Miras: Membunuh Hidup dan Masa Depan Generasi Muda Mimika

Gerak pemberantasan miras akan berjalan mudah. Apakah ada kemauan?

Oleh Lukas Lile Masan

Joni Kasim dalam Kepri.polri.go.id menulis bahwa minuman keras yang disingkat dengan miras merupakan minuman yang mengandung alkohol. Miras merupakan minuman hasil suling yang beralkohol karena mengandung etanol yang dihasilkan dari penyulingan yang berkonsentrasi lewat distilasi yang mana etanol diproduksi dengan cara fermentasi biji-bijian, buah-buahan dan atau sayur-sayuran.

Jenis minuman ini mengandung zat adiktif atau alkohol yang membawa efek pada melemahkan saraf. Orang yang mengkonsumsi miras yang berlebihan akan hilang kesadarannya. Dengan kenikmatannya yang banyak menimbulkan kesenangan semu, minuman ini berhasil menjadi gaya hidup di dunia termasuk di Kabupaten Mimika – Papua. Tak jarang, minuman beralkohol biasa disajikan dalam perayaan tertentu atau pesta yang meriah. Walaupun termasuk minuman mewah, minuman keras ini bisa membahayakan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.

Pada umumnya minuman keras diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yakni: Pertama, golongan A yakni minuman keras dengan kadar alkohol 1% hingga 5% seperti minuman bir dan green sand. Kedua, golongan B yakni minuman keras dengan kadar alkohol 5% hingga 20% seperti minuman martini dan wine atau anggur. Ketiga, golongan C yakni minuman keras dengan kadar alkohol 20% hingga 50% seperti whiskey dan brandy. Meminum minuman keras mengakibatkan fungsi motorik tidak berjalan secara normal seperti bicara cadel dan sempoyongan.

Senikmat apa pun yang dirasakan oleh peminum, tentu tak lepas dari masalah sosial yang ditimbulkan dari mengkonsumsi miras. Minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol yang bila dikonsumsi secara berlebihan dan terus-menerus dapat merugikan dan membahayakan jasmani, rohani maupun bagi kepentingan perilaku dan cara berpikir – kejiwaan sehingga akibat lebih lanjut akan mempengaruhi kehidupan keluarga dan hubungan dengan masyarakat sekitar.

Ketika kita berbicara mengenai minuman keras, sama dengan kita sedang berbicara tentang suatu masalah yang bersifat sangat dilematis. Di salah satu pihak minuman keras menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan sosial. Di bidang kesehatan minuman keras menyebabkan turunnya produktivitas serta meningkatkan biaya perawatan dan pengobatan, di bidang sosial menyebabkan keadaan keluarga tidak harmonis.

Kota Timika, Kabupaten Mimika merupakan salah satu kota di tanah Papua yang nampaknya miras beredar secara bebas dan meluas. Walaupun miras berbagai jenis tidak dijual bebas di toko dan kios-kios, namun jual beli miras secara bebas diizinkan dan dilegalkan oleh pihak pemerintah daerah dan institusi terkait.

Seyogianya Kabupaten Mimika sudah memiliki Perda tentang Miras yakni Perda Nomor 5 tahun 2007 dan Perda Nomor 13 tahun 2014 yang mana kedua Perda tersebut terkait dengan larangan peredaran miras. Namun sejak tahun 2014 Perda tentang Larangan Miras ‘tidak berlaku lagi’. Peredaran miras beralkohol yang seolah dilegalkan Pemerintah Kabupaten Mimika dan para pihak telah memicu timbulnya banyak persoalan sosial di tengah masyarakat Kota Timika.

Persoalan sosial tersebut meliputi perkelahian, pembunuhan, pencurian dan kecelakaan kendaraan bermotor yang membawa korban jiwa. Atas fenomena yang menggetirkan rasa insani kita, maka dalam Rapat Paripurna pada Sabtu, 30 September 2023 dengan agenda pandangan umum di Gedung Paripurna Kantor DPRD Mimika, anggota DPR dari Fraksi Golkar, Fraksi Perindo dan Fraksi Demokrat yang dalam pandangan mereka menyampaikan soal miras dan dampaknya.

Ketiga Fraksi ini meminta agar pemerintah dan pihak terkait terutama pihak kepolisian untuk menertibkan peredaran miras. Karena menurut investigasi Partai Parindo, kecelakaan lalu lintas dan kasus kriminal yang terjadi beberapa waktu terakhir ini dan sangat mengganggu kamtibmas adalah disebabkan oleh konsumsi minuman keras. Dalam sebuah investigasi, miras ternyata dijual bebas di Kota Timika. Ada beberapa titik tempat di Kota Timika yang menjadi depot penyaluran miras jenis bir, whiskey, vodka dan CT.

Berbeda dengan harapan dari para fraksi di DPRD Mimika, Pemda Kabupaten Mimika dalam hal ini Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengungkapkan bahwa target penerimaan pajak miras tahun 2023 sebesar Rp3,5 miliar.

Dalam sebuah kesempatan pasca terjadi kecelakaan maut di Jalan Cendrawasih, depan Ramayana, Kasat Lantas Polres Mimika menghimbau kepada masyarakat agar tidak boleh membawa kendaraan jika berada dalam keadaan mabuk. Dua fakta di atas membuktikan bahwa peredaran miras di Kabupaten Mimika pada umumnya dan Kota Timika pada khususnya dilegalkan oleh pemerintah daerah.

Pertanyaannya apakah retribusi dari pajak tambang emas dan berbagai sumber pendapatan lainnya di Kabupaten Mimika yang bila ditotal mencapai angka triliunan belum cukup sehingga Pemkab melegalkan penjualan miras? Padahal efek dari konsumsi miras adalah membunuh hidup dan masa depan generasi Mimika.

Seorang pengusaha asal Timika yang konon adalah penjual miras di Kota Timika dalam sebuah perjumpaan mensharingkan pengalaman hidupnya. Bahwa pada waktu yang lampau dia sebagai pengusaha tunggal pengedar miras di Timika, namun beberapa tahun yang lalu ia ditangkap dan divonis dua tahun penjara karena pekerjaan tersebut.

Setelah bebas, ia bertobat total dan enggan menjalankan usaha tersebut. Kini penjualan miras dilakukan oleh seorang pengusaha dari Jawa. Hampir setiap kapal masuk, ribuan ton miras diturunkan di Pelabuhan Laut Pomako Timika dan diangkut dengan mobil ke Kota Timika. Pertanyaannya: apakah hal ini tak bisa diendus oleh aparat kepolisian? Memang di Timika – Mimika memang selalu ada yang aneh bahkan tak masuk dalam tataran logika, namun itulah Timika – Mimika.

Di daerah lain seperti NTT miras memiliki relasi dengan kehidupan adat dan budaya. Karena faktor budaya itulah maka miras menjadi minuman yang bebas diproduksi oleh masyarakat NTT dan pohon penghasil miras tumbuh subur dan dilestarikan di NTT seperti pohon lontar, kelapa dan enau. Berbeda dengan NTT, masyarakat Papua dalam praktik ritual seremonial adat tidak menggunakan miras seperti tuak dan arak.

Sementara itu pohon penghasil tuak pun hampir tidak ada dan Orang Asli Papua tidak memiliki tradisi iris tuak. Berdasarkan fakta ini maka dapat dikatakan bahwa miras yang beredar, baik di Mimika maupun di seluruh Papua ini adalah hasil produksi luar Papua. Miras didatangkan ke Papua menggunakan beberapa strategi dan melibatkan banyak pihak. Untuk mengentaskan gerak pasokan miras ke Timika sangat mudah. Karena jika ada konektivitas yang kuat antara Pemkab Mimika dan pihak Polri, yang dibarengi dengan komitmen dan rasa memiliki masa depan generasi muda Mimika oleh Pemkab dan Polri, gerak pemberantasan miras akan berjalan mudah.

Apakah ada kemauan? DETAKPASIFIK

Leave a Reply